Jaksa Panggil Istri Dua Hakim Terkait Kasus Suap CPO
JPU berencana memanggil istri dari dua hakim yang menjadi terdakwa dalam kasus suap vonis lepas atau ontslag terhadap tiga perusahaan crude palm oil (CPO).

Pemanggilan ini dilakukan dalam kapasitas mereka sebagai saksi untuk memperkuat bukti di persidangan. Dua saksi yang dimaksud adalah Noviyanti, istri dari Hakim nonaktif Ali Muhtarom, dan Devi Ariati, istri dari Hakim nonaktif Agam Syarif Baharudin. Keputusan ini disampaikan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor.
Berikut ini VIEWNEWZ akan memberikan informasi terbaru terlengkap tentang pemanggilan istri hakim dalam kasus suap CPO.
Alasan Ketidakhadiran Istri Hakim
Sebenarnya, kedua saksi sudah dipanggil dan diminta hadir dalam persidangan pada hari yang sama. Namun, keduanya tidak dapat hadir karena alasan pribadi yang sah. Noviyanti tidak bisa hadir karena harus merawat mertuanya yang sakit keras. Saat ini ia masih berada di Jepara, Jawa Tengah, untuk mendampingi orangtua Ali Muhtarom yang tengah mengalami kondisi kritis.
Sementara itu, Devi Ariati juga tidak hadir karena sedang sakit. Pengacara Agam Syarif Baharudin telah menyampaikan surat keterangan kesehatan kepada jaksa sebagai bukti ketidakhadirannya.
Awalnya, JPU meminta agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama kedua saksi tersebut dibacakan di muka persidangan. Namun, majelis hakim menolak permintaan ini karena kedua saksi belum disumpah di persidangan. Akibatnya, jaksa merencanakan pemanggilan ulang untuk kedua saksi.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Timnas Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Kronologi Kasus Suap CPO
Kasus ini menjerat lima orang hakim dan beberapa pegawai pengadilan yang diduga menerima suap senilai total mencapai Rp 40 miliar. Suap diberikan agar majelis hakim memutuskan vonis lepas untuk tiga korporasi besar CPO, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima Rp 15,7 miliar. Panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar. Dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan vonis lepas bagi perusahaan besar, sehingga merusak citra peradilan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas sistem hukum di Indonesia.
Baca Juga: Rusia Resmi Nyatakan Siap Perang Melawan 32 Negara Siap Hadapi Nato
Peran dan Modus Operandi Para Terdakwa

Dalam kasus ini, jaksa menilai ada peran berbeda antara hakim dan pegawai pengadilan. Djuyamto, Ali, dan Agam langsung menerima suap untuk memutus vonis sesuai permintaan korporasi CPO.
Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan berperan dalam proses negosiasi dan mempengaruhi majelis hakim. Mereka terlibat dalam upaya untuk memastikan putusan sidang selaras dengan keinginan perusahaan, termasuk dalam komunikasi dengan pengacara yang mewakili tiga korporasi CPO.
Modus operandi kasus ini memperlihatkan jaringan suap yang terstruktur, mulai dari pemberian uang hingga pengaturan strategi sidang. Hal ini menunjukkan bahwa praktik suap di pengadilan tidak hanya terjadi secara individu, tetapi juga melibatkan kolaborasi antara pejabat pengadilan dan pihak eksternal.
Dampak Kasus Suap dan Kepercayaan Publik
Kasus suap ini menimbulkan dampak besar terhadap kepercayaan publik pada lembaga peradilan. Publik mempertanyakan kredibilitas hakim dan proses pengambilan keputusan di pengadilan. Selain itu, kasus ini menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku hakim dan pegawai pengadilan.
JPU berkomitmen untuk menghadirkan semua saksi, termasuk istri hakim, agar persidangan dapat berjalan adil dan transparan. Pemanggilan ulang kedua saksi diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa minggu mendatang.
Sementara itu, majelis hakim masih menunggu kehadiran semua pihak terkait sebelum melanjutkan pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi tambahan. Keputusan yang adil dan transparan diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik sekaligus memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik suap.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum harus dijaga agar tidak tercemar oleh praktik-praktik korupsi, terutama dalam putusan yang berdampak besar bagi perusahaan dan masyarakat.
Simak dan ikuti terus berbagai informasi terbaru dan update menarik lainnya hanya di VIEWNEWZ.

