Trump Tiba-Tiba Pecat Kepala Intelijen Pertahanan AS, Apa Sebabnya?
Trump mendadak memecat Kepala Badan Intelijen Pertahanan AS, Letnan Jenderal Jeffrey Kruse, dan dua perwira senior lainnya pada Jumat (22/8/2025).

Pemecatan ini terjadi setelah laporan intelijen awal mengenai serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran yang bocor ke media membuat Presiden Donald Trump marah.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran VIEWNEWZ.
Badai Pemecatan di Tengah Gedung Putih
Berita pemecatan Letnan Jenderal Jeffrey Kruse, Kepala Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA), menjadi sorotan utama di Washington DC. Selain Kruse, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth juga memecat Kepala Cadangan Angkatan Laut Wakil Laksamana Nancy Lacore dan Komandan Komando Perang Khusus Angkatan Laut Laksamana Muda Milton Sands, seorang perwira elit Navy SEAL.
Pemecatan ini mengejutkan banyak pihak. Terutama karena alasan resminya tidak disertai penjelasan yang jelas dari Pentagon.Pemecatan ini merupakan bagian terbaru dari serangkaian langkah yang menargetkan para pemimpin militer, pejabat intelijen, dan pihak lain yang dianggap mengkritik Presiden Donald Trump.
Trump dikenal menuntut kesetiaan penuh di seluruh lembaga pemerintah, dan setiap laporan atau analisis yang tidak sesuai dengan pandangannya sering kali berujung pada pemecatan.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Timnas Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Laporan Intelijen Iran yang Membakar Amarah Trump
Penyebab utama di balik pemecatan Kruse adalah laporan awal DIA yang menyatakan bahwa serangan udara AS pada 22 Juni terhadap tiga fasilitas nuklir Iran hanya menunda program nuklir Teheran selama beberapa bulan.
Temuan ini sangat bertentangan dengan klaim Trump yang bersikeras bahwa target tersebut “dihancurkan secara total dan tuntas”. Bocornya penilaian tersebut ke media, yang juga dilaporkan oleh Reuters, memicu kemarahan besar dari Presiden Trump.
Trump menyebut laporan itu “sepenuhnya salah” dan menyerang media seperti CNN dan The New York Times yang memberitakan hal tersebut. Menhan Pete Hegseth sendiri sempat mengecam media karena menyoroti laporan awal DIA, meskipun ia tidak menunjukkan bukti langsung mengenai kerusakan total fasilitas nuklir Iran.
Hegseth bahkan mengatakan dalam konferensi pers saat itu. “Anda bisa menyebutnya hancur, dikalahkan, atau dimusnahkan pilih saja kata Anda. Ini adalah serangan yang sangat sukses dalam sejarah”.
Kritik Trump terhadap analisis DIA menambah panjang daftar ketidakpercayaannya terhadap komunitas intelijen. Sebelumnya, pada tahun 2017, ia juga menolak laporan yang menyimpulkan bahwa Rusia ikut campur untuk mendukungnya dalam pemilihan umum 2016.
Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI), yang membawahi 18 badan intelijen termasuk DIA. Bahkan dilaporkan membuka kembali dokumen-dokumen lama untuk melemahkan atau meragukan laporan intelijen sebelumnya, terutama laporan mengenai campur tangan Rusia tersebut.
Senator Mark Warner, Wakil Ketua Komite Intelijen Senat AS. Menyatakan bahwa pemecatan Kruse sangat meresahkan. Menurut Warner, Kruse memiliki karier panjang yang nonpartisan dan dapat diandalkan.
Warner menambahkan, “Pemecatan pejabat keamanan nasional senior lainnya menggarisbawahi kebiasaan berbahaya administrasi Trump yang memperlakukan intelijen sebagai ujian kesetiaan, ketimbang jaminan keamanan bagi negara kita”.
Baca Juga: Menlu Lavrov Ungkap Donald Trump Resmi Diundang ke Rusia
Pola Pembersihan Pejabat di Era Trump

Pemecatan pejabat keamanan bukanlah hal baru di masa pemerintahan Trump. Pada bulan April, Trump memecat Jenderal Timothy Haugh sebagai Direktur Badan Keamanan Nasional (NSA), yang merupakan bagian dari “pembersihan” yang mencakup lebih dari selusin staf di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Sebelumnya, pada bulan Februari, Trump juga memecat Jenderal Angkatan Udara CQ Brown, Ketua Kepala Staf Gabungan. Bersama lima laksamana dan jenderal lainnya dalam sebuah perombakan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kepemimpinan militer AS.
Di tengah situasi ini, Kepala Angkatan Udara AS Jenderal David Allvin membuat pengumuman mengejutkan pada Senin (18/8/2025) bahwa ia berencana pensiun dini hanya setelah dua tahun masa jabatannya.
Pemerintahan Trump berulang kali menegaskan bahwa “pembersihan” ini bertujuan untuk memangkas birokrasi federal, mengurangi anggaran. Serta menghukum apa yang mereka sebut sebagai “politisasi” intelijen.
Langkah ini semakin terlihat setelah Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, dua hari sebelum kabar pemecatan Kruse. Mencabut izin keamanan 37 pejabat intelijen atas perintah Trump. Sejak masa jabatan keduanya. Trump sudah mencabut puluhan izin keamanan. Termasuk milik Joe Biden dan Kamala Harris.
Gabbard juga mengumumkan reformasi besar di kantornya dengan memangkas lebih dari 40 persen staf sebelum 1 Oktober, yang disebut akan menghemat lebih dari 700 juta dolar AS per tahun atau sekitar Rp10,71 triliun per tahun.
Spekulasi dan Kekhawatiran
Pemecatan Kruse dan perwira senior lainnya menimbulkan banyak spekulasi dan kekhawatiran. Sebagian pihak khawatir bahwa keseluruhan langkah ini akan membekukan perbedaan pendapat dan menjadi sinyal peringatan agar tidak mengambil kesimpulan yang bertentangan dengan kepentingan Trump.
Senator Mark Warner menyebutnya sebagai “kebiasaan berbahaya” yang memperlakukan intelijen sebagai ujian loyalitas. Bukan sebagai pelindung keamanan negara.
Pada akhirnya, pemecatan ini menandai babak baru dalam hubungan tegang antara Presiden Trump dan komunitas intelijen AS.
Konflik antara pandangan politik presiden dan analisis intelijen yang faktual terus menjadi tantangan serius bagi stabilitas dan kredibilitas lembaga-lembaga keamanan nasional.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
- Gambar Pertama dari international.sindonews.com
- Gambar Kedua dari www.newarab.com

