Kasus Kekerasan Terhadap Anak di NTT Mencuat, Korban Dituduh Mencuri, Polisi Lakukan Investigasi
Baru-baru ini terjadi sebuah kasus kekerasan terhadap anak di NTT di Kabupaten Lembata yang sedang menjadi sorotan publik.
Korban, yang diidentifikasi sebagai H, diduga menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah warga setelah dituduh melakukan pencurian. Polres Lembata telah menerima laporan dan tengah melakukan penyelidikan intensif terkait kasus ini.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan Kapolres Lembata, AKBP Gede Asnawa, kejadian bermula pada hari Rabu, 2 April, ketika H diduga tertangkap tangan oleh warga saat mencuri sebuah alat cukur listrik. Setelah penangkapan tersebut, H diduga mengalami serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah warga.
“Ada dugaan perbuatan penganiayaan disana ketika ditangkap (oleh warga) yang lakukan ada menabrak dengan sepeda motor, kemudian ada yang menendang, kemudian tangannya ada yang diikat, ditelanjangi dan diarak keliling kampung,” jelas AKBP Gede Asnawa kepada CNNIndonesia.com pada Minggu (6/4).
Bentuk Kekerasan yang Diduga Dialami Korban
Berdasarkan laporan yang diterima polisi, H diduga mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk:
- Ditabrak dengan sepeda motor
- Dipukuli dan ditendang
- Diikat
- Ditelanjangi
- Disulut api rokok saat dalam kondisi terikat dan telanjang
- Diarak keliling kampung
Respons Kepolisian
Setelah menerima laporan pada Jumat (4/4), Polres Lembata menunjukkan respons cepat dalam menangani kasus dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur. Langkah awal yang diambil adalah melakukan penyelidikan intensif dengan memintai keterangan dari sejumlah saksi yang terkait langsung dengan kejadian tersebut.
“Kita masih akan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang lainnya dan pihak-pihak terkait. Dan Senin (7/4) akan dilakukan gelar perkara,” kata AKBP Gede Asnawa. Selain pemeriksaan saksi, Polres Lembata juga mengambil langkah penting dengan melakukan visum et repertum terhadap korban. Visum ini bertujuan untuk mendokumentasikan secara medis luka-luka yang diderita korban akibat dugaan penganiayaan.
Hasil visum akan menjadi bukti krusial dalam proses penyidikan, membantu penyidik untuk menentukan jenis dan tingkat kekerasan yang dialami korban, serta mengidentifikasi potensi dampak jangka panjang terhadap kesehatan fisik dan psikologis korban. Kapolres Lembata, AKBP Gede Asnawa, juga menyampaikan rencana untuk menggelar perkara pada hari Senin (7/4).
Sebagai forum untuk mengevaluasi seluruh bukti dan keterangan yang telah dikumpulkan, serta menentukan langkah hukum selanjutnya dalam penanganan kasus ini.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - mau nonton gratis timnas bebas iklan dan gratis? Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Video Kekerasan Beredar
Peredaran video kekerasan yang dialami H di media sosial memiliki dampak yang sangat serius, tidak hanya bagi korban secara langsung, tetapi juga bagi masyarakat luas. Secara psikologis, H berpotensi mengalami trauma yang mendalam akibat kejadian tersebut, diperparah dengan penyebaran video yang membuatnya seolah-olah terus menerus mengalami kejadian tersebut.
Dalam video tersebut, terlihat seorang perempuan memaksa korban untuk membuka pakaiannya, meludahinya, dan memukuli wajahnya. Selain itu, terlihat pula seorang laki-laki menyulut api rokok ke tubuh korban yang dalam kondisi telanjang dan terikat.
Video tersebut menuai kecaman keras dari masyarakat luas. Banyak pihak mengecam tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga dan mendesak pihak kepolisian untuk segera menindak tegas para pelaku.
Komentar dari Lembaga Perlindungan Anak
Kasus kekerasan terhadap H juga menarik perhatian lembaga-lembaga perlindungan anak. Mereka mengecam keras tindakan kekerasan tersebut dan mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Tindakan kekerasan terhadap anak tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Pelaku harus diproses hukum dan mendapatkan hukuman yang setimpal,” ujar perwakilan dari sebuah lembaga perlindungan anak yang enggan disebutkan namanya.
Lembaga-lembaga perlindungan anak juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Mereka mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri dan segera melaporkan setiap dugaan tindak kekerasan kepada pihak berwajib.
Baca Juga:
H Anak Laki-Laki Dari NTT
H, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun asal Kabupaten Lembata, NTT, menjadi pusat perhatian dalam kasus dugaan kekerasan yang menimpanya. Identitasnya mencuat setelah dituduh melakukan pencurian alat cukur listrik, yang kemudian berujung pada serangkaian tindakan kekerasan oleh sejumlah warga.
Sebagai seorang remaja yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan pendidikan, H justru menjadi korban main hakim sendiri, mengalami penganiayaan fisik dan psikologis yang mendalam. Kasus ini menyoroti kerentanan anak-anak terhadap tindakan kekerasan dan pentingnya penegakan hukum untuk melindungi hak-hak mereka.
Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Kekerasan Terhadap Anak
Tindak kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hukum yang serius dan dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak dapat berupa pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta, jika kekerasan tersebut mengakibatkan luka fisik dan/atau psikis pada anak. Jika kekerasan tersebut mengakibatkan anak mengalami luka berat, cacat permanen, atau meninggal dunia. Pelaku dapat dijerat dengan pidana penjara yang lebih berat, bahkan hingga hukuman mati.
Gelar Perkara dan Penetapan Tersangka
Kapolres Lembata, AKBP Gede Asnawa, menegaskan komitmen institusinya untuk mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menggemparkan Kabupaten Lembata. Langkah krusial yang akan segera diambil adalah pelaksanaan gelar perkara, yang dijadwalkan pada Senin (7/4). Gelar perkara ini merupakan forum penting bagi para penyidik untuk secara komprehensif mengevaluasi seluruh bukti yang telah dikumpulkan.
Bukti-bukti tersebut mencakup keterangan dari berbagai saksi yang melihat, mendengar, atau mengetahui kejadian tersebut. Serta hasil visum et repertum yang akan memberikan gambaran medis tentang luka-luka yang diderita korban. Dalam gelar perkara ini, penyidik akan memetakan secara rinci peran masing-masing individu yang diduga terlibat dalam rangkaian tindakan kekerasan terhadap H.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun pelaku yang luput dari jeratan hukum dan bahwa setiap tindakan kekerasan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku. Setelah proses gelar perkara rampung dan penyidik memiliki gambaran yang jelas mengenai siapa saja yang terlibat dan sejauh mana keterlibatan mereka.
Penetapan tersangka ini akan dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pada bukti-bukti yang kuat untuk menghindari kesalahan dalam proses penegakan hukum.
Kesimpulan
Kasus kekerasan terhadap anak di NTT menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Sehingga keadilan dapat ditegakkan bagi korban dan menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan tindakan serupa di kemudian hari. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari cnnindonesia.com
2. Gambar Kedua dari detik.com