Update Terbaru! 51 Orang Tewas Dalam Demo Berdarah di Nepal
Jumlah korban tewas akibat unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan di Nepal bertambah menjadi 51 orang.

Gelombang unjuk rasa disertai kekerasan dan kerusuhan yang melanda Nepal telah mengakibatkan peningkatan signifikan dalam jumlah korban jiwa. Data terbaru menunjukkan bahwa setidaknya 51 orang telah tewas dalam insiden tersebut.
Peristiwa tragis ini telah menarik perhatian internasional terhadap situasi politik dan sosial yang memanas di negara tersebut. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran VIEWNEWZ.
Peningkatan Korban Jiwa
Korban tewas akibat kerusuhan di Nepal terus bertambah, mencapai 51 orang hingga 13 September 2025. Kementerian Kesehatan Nepal melaporkan bahwa 30 orang tewas akibat tembakan, sementara 21 lainnya meninggal karena luka bakar, cedera, dan kondisi lainnya.
Di antara korban tewas terdapat satu warga negara India dan tiga petugas polisi Nepal. Lebih dari 1.300 orang juga mengalami cedera dalam protes yang dipicu oleh larangan media sosial dan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Sebagian besar korban adalah generasi muda yang tergabung dalam Gerakan Gen Z, yang menuntut perubahan struktural dan transparansi dalam pemerintahan.
Protes yang dimulai pada 8 September 2025 ini berujung pada bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Pada 9 September, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri setelah gedung parlemen dibakar dan beberapa menteri diserang.
Situasi semakin memburuk dengan pelarian massal narapidana dari penjara, mencapai lebih dari 13.500 orang. Meskipun pemerintah sementara yang dipimpin oleh Sushila Karki telah dibentuk, ketegangan politik dan sosial masih tinggi. Pemerintah dan masyarakat internasional terus berupaya untuk menstabilkan situasi dan mencegah terulangnya kekerasan serupa.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Timnas Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Penunjukan Sushila Karki
Pada 12 September 2025, Sushila Karki dilantik sebagai Perdana Menteri sementara Nepal, menjadikannya wanita pertama yang memegang jabatan tersebut.
Pelantikan ini dilakukan oleh Presiden Ram Chandra Poudel di Istana Kepresidenan di Kathmandu, setelah serangkaian protes besar yang dipicu oleh larangan media sosial dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan sebelumnya. Protes yang dipimpin oleh generasi muda ini menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri K.P.
Sharma Oli dan pembubaran parlemen. Karki, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung Nepal pada periode 2016–2017, dikenal karena sikapnya yang tegas terhadap korupsi dan independensinya dari partai politik.
Pelantikan ini menandai tonggak sejarah dalam politik Nepal, mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap kepemimpinan negara tersebut.
Setelah dilantik, Karki segera membubarkan parlemen dan menjadwalkan pemilihan umum pada 5 Maret 2026. Langkah ini diambil untuk merespons tuntutan demonstran yang menginginkan perubahan struktural dan transparansi dalam pemerintahan.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Serius Kecam Serangan Israel ke Qatar
Perdana Menteri Mengundurkan Diri

Pada Selasa, 9 September 2025, Perdana Menteri Nepal, Khadga Prasad Sharma Oli, mengundurkan diri setelah gelombang protes besar-besaran yang dipicu oleh larangan media sosial dan tuduhan korupsi.
Dalam surat pengunduran diri resmi yang disampaikan kepada Presiden Ram Chandra Paudel, Oli menyatakan bahwa langkah tersebut diambil untuk membuka jalan bagi penyelesaian politik konstitusional sesuai dengan Pasal 77(1)(a) Undang-Undang Dasar Nepal.
Keputusan ini diambil setelah bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan pada 8 September menewaskan sedikitnya 19 orang, yang memicu kemarahan publik dan memaksa pemerintah untuk bertindak.
Setelah pengunduran diri Oli, Presiden Paudel menunjuk Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, sebagai Perdana Menteri sementara. Penunjukan Karki, yang merupakan wanita pertama yang menjabat posisi tersebut, bertujuan untuk meredakan ketegangan politik dan memenuhi tuntutan demonstran akan perubahan.
Karki segera membubarkan parlemen dan menjadwalkan pemilihan umum pada 5 Maret 2026. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah sementara untuk memulihkan stabilitas dan memulai proses rekonsiliasi nasional.
Respons Pemerintah dan Militer
Pemerintah Nepal merespons gelombang protes besar yang dimulai pada 8 September 2025 dengan langkah-langkah darurat. Pada 9 September, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri setelah demonstrasi yang dipicu oleh pemblokiran media sosial dan ketidakpuasan terhadap korupsi pemerintah.
Namun, pengunduran diri tersebut tidak meredakan ketegangan. Pada malam yang sama, militer Nepal diberi wewenang untuk mengambil alih kendali negara guna memulihkan ketertiban.
Tentara dikerahkan ke ibu kota Kathmandu dan kota-kota besar lainnya, memberlakukan jam malam dan memblokir akses ke area sensitif. Militer juga melakukan patroli jalanan dan memeriksa kendaraan untuk mencegah penyebaran kerusuhan lebih lanjut.
Meskipun upaya ini berhasil menurunkan intensitas protes di beberapa wilayah, situasi tetap tegang dan tidak stabil.
Pada 12 September, Presiden Nepal, Ramchandra Paudel, menunjuk Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung, sebagai Perdana Menteri sementara.
Penunjukan Karki, wanita pertama yang menjabat posisi tersebut, bertujuan untuk meredakan ketegangan politik dan memenuhi tuntutan demonstran yang menginginkan pemimpin yang independen dan berkomitmen terhadap reformasi.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
- Gambar Pertama dari www.cnbcindonesia.com
- Gambar Kedua dari www.idnfinancials.com

