Eks Dirut DKI dan Petinggi BJB Ikut Jadi Tersangka Kasus Kredit Sritex
Kasus dugaan korupsi pemberian kredit bermasalah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kini memasuki babak baru.
Penetapan tersangka terhadap mantan Direktur Utama Bank DKI dan pejabat tinggi Bank BJB. Dibawah ini VIEWNEWZ akan membahas kejaksaan Agung menduga adanya penyimpangan dalam proses pemberian kredit yang merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, menyeret sejumlah tokoh penting dalam sektor perbankan dan perusahaan tekstil ternama tersebut ke dalam penyidikan.
Latar Belakang Kasus Kredit Sritex
Kasus ini bermula dari pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex yang dilakukan oleh beberapa bank, termasuk Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) serta Bank DKI Jakarta. Kredit yang diberikan mencapai total tagihan belum lunas sebesar Rp3,5 triliun hingga Oktober 2024.
Kredit ini tidak hanya berasal dari dua bank tersebut, tetapi juga melibatkan bank lain melalui sindikasi serta 20 bank swasta lain yang memberi pinjaman kepada Sritex. Dugaan korupsi terjadi karena pemberian kredit tersebut diduga melawan hukum dan merugikan keuangan negara secara signifikan.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Penetapan Tiga Tersangka Utama
Kejaksaan Agung menyatakan telah menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Iwan Setiawan Lukminto, mantan Direktur Utama PT Sritex periode 2005-2022 yang kini menjabat Komisaris Utama; Zainuddin Mappa.
Mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020; dan Dicky Syahbandinata, pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB pada tahun 2020. Penetapan tersangka ini diumumkan dalam konferensi pers resmi Kejaksaan Agung pada tanggal 21 Mei 2025.
Baca Juga:
Modus & Penyalahgunaan Dana Kredit
Dalam penyelidikan, ditemukan bahwa pemberian kredit oleh dua bank pemerintah tersebut tidak berdasar pada analisa yang memadai dan melanggar prosedur yang telah ditetapkan. Sementara PT Sritex sendiri tidak memenuhi syarat kredit modal kerja, risiko gagal bayar yang tinggi (peringkat BB- dari pemeringkat).
Sedangkan pemberian kredit tanpa jaminan seharusnya hanya boleh diberikan kepada perusahaan dengan peringkat A. Selain itu, dana kredit tersebut tidak digunakan sesuai tujuan modal kerja yang tercantum. Melainkan diselewengkan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif.
Kerugian Negara & Kondisi Kredit Macet
Akibat dari pemberian kredit yang melanggar hukum tersebut, negara mengalami kerugian finansial mencapai Rp692,9 miliar. Kredit dari kedua bank tersebut kini statusnya macet dengan klasifikasi kredit bermasalah kategori lima (kol lima). Aset perusahaan tidak dapat dieksekusi untuk menutupi kewajiban kredit karena nilai aset lebih kecil dibandingkan nilai pinjaman yang diberikan.
Selain itu, aset-aset PT Sritex tidak dijadikan jaminan dalam proses pemberian kredit sehingga tidak ada jaminan yang bisa dimanfaatkan bank. PT Sritex sendiri akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang, yang menambah bukti kegagalan pengelolaan pinjaman tersebut.
Proses Hukum & Penahanan Para Tersangka
Pasca penetapan status tersangka, ketiga pejabat tersebut langsung ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari ke depan untuk memudahkan proses penyidikan lebih lanjut. Mereka dijerat dengan pasal-pasal korupsi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman hukuman berat atas perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara. Penahanan ini bertujuan untuk mencegah kemungkinan perusakan barang bukti atau penghambatan proses hukum.
Kesimpulan
Kasus korupsi dalam dunia perbankan seperti yang terjadi pada PT Sritex ini menjadi sorotan penting dalam upaya pemberantasan. Tindak pidana korupsi di Indonesia, terutama yang terkait dengan pemberian kredit bermasalah oleh bank-bank pemerintah.
Kasus ini menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara dan mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Kejaksaan Agung berharap proses hukum ini berjalan transparan dan adil sehingga dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang melakukan praktik serupa.
Selain itu, kasus ini juga menjadi panggilan bagi bank-bank pemerintah untuk lebih ketat menerapkan prinsip kehati-hatian. Tata kelola risiko dalam pemberian kredit agar tidak terjadi lagi kasus korupsi yang merugikan negara. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari cnnindonesia.com
- Gambar Kedua dari viva.co.id