Kasus Rudapaksa Tahanan, Polisi Pelaku Langsung Dipecat Tanpa Hormat
Kasus rudapaksa tahanan oleh anggota polisi yang langsung dipecat tanpa hormat menjadi sorotan serius dalam dunia hukum dan penegakan keadilan di Indonesia.
Kasus rudapaksa terhadap tahanan yang melibatkan oknum anggota kepolisian Polres Pacitan memicu perhatian serius dari berbagai pihak dan menimbulkan keprihatinan mendalam terhadap profesionalisme dan integritas institusi kepolisian.
Kronologi Kasus dan Detil Kejadian
Pada April 2025, Kepolisian Daerah Jawa Timur mengumumkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap seorang anggota Kepolisian Resor Pacitan berinisial LC yang terbukti melakukan pelanggaran berat berupa pencabulan dan persetubuhan terhadap seorang tahanan perempuan berinisial PW.
Kasus ini mencuat setelah laporan polisi yang diterima oleh Polres Pacitan pada tanggal 12 April 2025. Yang menjelaskan bahwa LC melakukan tindakan asusila terhadap tahanan wanita tersebut.
Peristiwa tersebut terjadi sebanyak empat kali, dengan kejadian terakhir berlangsung pada 2 April 2025 di ruang berjemur wanita. Yang merupakan area hutan tahanan Polres Pacitan. Diduga kejadian tersebut berlangsung selama beberapa hari. Dan sudah diperiksa sebanyak 13 saksi meliputi empat tahanan dan korban sendiri. Serta sembilan saksi tambahan lainnya.
Penyidikan yang dilakukan memperkuat bukti terhadap pelaku dan menegaskan kualitas pelanggaran yang bersifat sangat serius.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Profesionalisme Kepolisian
Kasus ini memperlihatkan bahwa sistem hukum di Indonesia, termasuk institusi kepolisian. Memiliki mekanisme penindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya sendiri. Penetapan tersangka, penahanan berdasarkan prosedur hukum. Serta pemecatan tanpa kehormatan merupakan langkah konkret dalam rangka menyelamatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Selain itu, kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan internal dan penguatan mekanisme perlindungan terhadap tahanan. Guna memastikan agar hak asasi manusia tetap dihormati dalam semua proses penegakan hukum. Upaya penegakan hukum pidana akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tanpa ada intervensi yang melemahkan proses keadilan.
Baca Juga: KBRI Ungkap Jumlah Kasus WNI Bermasalah di Kamboja Naik 174 Persen
Proses Hukum dan Sanksi Disiplin
Setelah mendapatkan bukti yang cukup. LC resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2025 dalam kasus pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Berdasarkan fakta tersebut, LC tidak hanya menghadapi proses pidana. Tetapi juga menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada 23 April 2025 di ruang sidang Propam Polda Jatim.
Dari hasil sidang etik, pelanggaran yang dilakukan LC dikategorikan sebagai perbuatan tercela sehingga diberikan sanksi berupa penempatan khusus selama 12 hari dan pemberhentian tidak dengan hormat dari kepolisian.
Pemberhentian ini merupakan bentuk tindakan tegas dari institusi kepolisian yang berkomitmen menjaga profesionalisme dan integritas internal. Selain itu, LC kini telah ditahan di rumah tahanan Polda Jawa Timur berdasarkan surat perintah penahanan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum.
LC, yang berpangkat Ajun Inspektur Satu. Masih diberikan kesempatan untuk mengajukan banding atas putusan sidang etik. Namun proses hukum pidana tetap berjalan sesuai ketentuan yang berlaku tanpa penundaan.
Tuntutan Perlindungan Terhadap Tahanan
Kepolisian Daerah Jawa Timur menegaskan bahwa tindakan tegas terhadap anggota yang melanggar hukum menjadi prioritas dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Langkah pemberhentian LC tanpa hormat menggambarkan tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum di segala tingkatan internal kepolisian.
Kasus ini juga mengundang reaksi dari masyarakat. Khususnya mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pacitan. Mereka menggelar aksi damai di depan Markas Polres Pacitan sembari membentangkan poster kecaman dan menaburkan bunga sebagai bentuk kritik keras terhadap tindakan kekerasan seksual yang mencoreng nama baik kepolisian.
Koordinator aksi, Yusuf Mukib, menuntut evaluasi total terhadap sistem perlindungan tahanan di lingkungan Polres Pacitan serta permintaan maaf terbuka dari institusi kepolisian kepada publik.
Kapolres Pacitan Ajun Komisaris Besar Ayub Diponegoro Azhar turut menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa ini dan memastikan institusi kepolisian berkomitmen melakukan pembenahan agar kejadian serupa tidak terulang.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
- Gambar Pertama dari news.harianjogja.com
- Gambar Kedua dari mediaindonesia.com