Kontroversi Perpol 10/2025, MK Dituntut Lindungi Kebebasan Berpendapat

Kontroversi Perpol 10/2025 memicu perdebatan sengit di publik. Banyak pihak menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tegas melindungi kebebasan berpendapat.

Kontroversi Perpol 10/2025, MK Dituntut Lindungi Kebebasan Berpendapat

Kebijakan ini dinilai menimbulkan risiko pembatasan ekspresi, sehingga menjadi sorotan media dan aktivis. Artikel ini membahas polemik Perpol 10/2025, tuntutan masyarakat kepada MK, serta implikasi kebijakan terhadap hak sipil, kebebasan berbicara, dan demokrasi di Indonesia.

Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran VIEWNEWZ.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Hukum Terkini MK Harus Respons Perpol 10/2025

Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025 (Perpol 10/2025) memicu kontroversi nasional dengan ketentuan yang dianggap membatasi kebebasan berpendapat. Diterbitkan baru-baru ini, aturan ini mengatur penindakan ujaran kebencian di media sosial, tapi dikritik karena rawan disalahgunakan untuk membungkam oposisi.

Para aktivis HAM dan pakar hukum menilai Perpol ini bertentangan dengan UUD 1945 dan UU ITE yang telah direvisi. Demonstrasi sporadis meletus di Jakarta dan kota-kota besar, menuntut pencabutan. Pemerintah bersikukuh aturan ini lindungi stabilitas nasional, tapi oposisi melihatnya sebagai alat kekuasaan untuk era pilkada 2026.

MK, sebagai penjaga konstitusi, dihadapkan ujian berat. Respons cepat dibutuhkan untuk cegah eskalasi konflik politik-hukum yang bisa picu krisis kepercayaan publik terhadap lembaga negara.

Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Timnas Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL

apk shotsgoal  

Perpol 10/2025 Memicu Kontroversi Risiko Kebebasan

Perpol 10/2025 secara eksplisit mengkategorikan “ujaran provokatif” sebagai tindak pidana, dengan sanksi administratif hingga pidana ringan. Kritikus seperti Kontras menyebutnya “pedang bermata dua” yang bisa targetkan kritik terhadap pemerintah. Data Kominfo tunjukkan ribuan akun medsos sudah dipantau sejak aturan berlaku.

Kasus pertama muncul di Yogyakarta, di mana seorang jurnalis ditangkap gara-gara cuitan analisis korupsi pejabat. Pengamat hukum UI, Bivitri Susanti, bilang ini langgar Pasal 28E UUD 1945 soal kebebasan berekspresi. Polda Metro Jaya klaim penindakan hanya untuk konten radikal, tapi bukti lapangan tunjukkan selektivitas politik.

Implikasi luas: pilkada mendatang berisiko diredam suara oposisi. LSM seperti LBH memprediksi banjir gugatan ke MK dalam minggu ini, tuntut judicial review.

Baca Juga: Peduli Bencana, Bank Mandiri Salurkan Bantuan di 3 Lokasi Sumatera Utara

Aktivis Mendesak MK Harus Lindungi Demokrasi

Aktivis Mendesak MK Harus Lindungi Demokrasi

Masyarakat sipil, termasuk Amnesty International Indonesia, desak MK sidang kilat gugatan Perpol 10/2025. Ini bukan sekadar regulasi polisi, tapi serangan sistematis terhadap demokrasi, tegas Usman Hamid, Direktur Amnesty. Petisi online capai 50 ribu tanda tangan dalam 48 jam.

DPR RI terbelah: fraksi PDIP dukung revisi, sementara PKS dan NasDem tolak keras. Menteri Hukum Yasonna Laoly imbau dialog, tapi aktivis anggap itu tak cukup. Demo di depan MK Jakarta Sabtu lalu (13/12) tarik ribuan massa, tuntut transparansi proses peradilan.

MK catatkan tiga gugatan awal dari akademisi dan ormas. Ketua MK Anwar Usman janji prioritas, tapi publik was-was agenda tersembunyi akibat polemik etik sebelumnya.

Dampak Hukum dan Imbauan MK ke Pemerintah

Jika tak ditangani, Perpol 10/2025 bisa jadi preseden buruk bagi hak asasi di Indonesia. Pakar hukum tata negara UGM, Jimly Asshiddiqie, peringatkan potensi konflik vertikal antarlembaga. MK punya wewenang batalkan aturan inkonsistensi konstitusi, seperti kasus UU Ciptaker dulu.

Pemerintah disarankan moratorium penindakan sampai putusan MK. Kapolri Listyo Sigit bilang siap revisi jika terbukti bermasalah, tapi butuh masukan substansial. Imbauan BPIP edukasi digital cegah hoaks tanpa batasi kritik konstruktif.

MK diminta respons dalam 30 hari untuk jaga kredibilitas. Kolaborasi eksekutif-yudikatif jadi kunci pulihkan kepercayaan, hindari polarisasi politik jelang 2026. Indonesia butuh demokrasi matang, bukan represi berbalut regulasi.

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di .


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari beritasatu.com
  2. Gambar Kedua dari beritasatu.com

Similar Posts