Tragedi Budaya, Tongkonan 300 Tahun di Toraja Dirobohkan Masyarakat Adat

Tragedi budaya mengguncang Toraja setelah sebuah Tongkonan berusia 300 tahun dirobohkan tanpa izin adat aksi ini memicu kemarahan masyarakat.

Tragedi Budaya, Tongkonan 300 Tahun di Toraja Dirobohkan Masyarakat Adat

Dugaan pelanggaran prosedur dan sengketa lahan menambah konflik, sementara pemerintah dan kepolisian turun tangan menyelidiki. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menghormati tradisi, menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.

Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran VIEWNEWZ.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Pembongkaran Tongkonan 300 Tahun di Toraja

Peristiwa pilu terjadi di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, ketika sebuah Tongkonan berusia lebih dari 300 tahun dirobohkan oleh sekelompok orang dengan dalih pembangunan fasilitas baru. Aksi tersebut menuai gelombang kritik keras dari masyarakat adat serta pemerhati budaya, yang menilai tindakan itu sebagai bentuk pelecehan warisan leluhur.

Bangunan Tongkonan tersebut diketahui berdiri di atas tanah adat yang selama ratusan tahun menjadi pusat kegiatan keluarga besar. Menurut tokoh adat setempat, penghancuran dilakukan tanpa melalui musyawarah adat sebagaimana mestinya. Padahal, dalam tradisi Toraja, setiap tindakan terhadap Tongkonan harus melalui ritus adat dan restu para tetua.

Video dan foto robohnya Tongkonan itu cepat menyebar di media sosial, memperlihatkan reruntuhan bangunan kayu tua dengan ukiran khas penuh makna simbolik. Masyarakat Toraja, baik yang di kampung halaman maupun di perantauan, meluapkan kesedihan dan kemarahannya.

Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Timnas Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL

apk shotsgoal  

Indikasi Pelanggaran Prosedural dan Sengketa Lahan

Pascaperistiwa itu, muncul dugaan adanya cacat prosedur dalam pelaksanaan pembongkaran. Beberapa warga menyebutkan bahwa proses pembongkaran dilakukan tanpa izin resmi dari pihak adat maupun Dinas Kebudayaan setempat. Kepala Lembang (desa adat) tempat Tongkonan itu berdiri membenarkan bahwa tidak ada surat atau persetujuan adat yang disetujui sebelumnya.

Konflik kepemilikan tanah diduga menjadi akar permasalahan. Ada pihak yang mengklaim lahan tempat Tongkonan berdiri merupakan hasil warisan individu, bukan milik komunal keluarga besar. Klaim tersebut ditolak keras oleh keturunan pemilik asal Tongkonan.

Pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Kepolisian telah turun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan. Mereka tengah mengkaji kemungkinan pelanggaran hukum terkait pengrusakan benda cagar budaya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Baca Juga: Ketika Desa Menjadi Zona Perang, Pengorbanan Para Penjaga Thailand

Tanggapan Warga dan Pemimpin Adat

Tanggapan Warga dan Pemimpin Adat

Kemarahan masyarakat Toraja atas peristiwa ini meluas hingga ke berbagai komunitas budaya di Sulawesi Selatan. Beberapa tokoh adat dan akademisi menyebut tindakan perobohan Tongkonan sebagai pelecehan terhadap nilai-nilai luhur dan simbol kehidupan orang Toraja.

Banyak pihak mendesak agar pemerintah daerah lebih aktif melindungi situs-situs warisan budaya hidup. Sebuah lembaga adat bahkan menyerukan moratorium terhadap setiap kegiatan pembangunan yang bersinggungan dengan lahan adat sebelum ada keputusan dan restu adat yang sah.

Di sisi lain, sejumlah organisasi masyarakat Toraja di perantauan mulai menggalang dukungan moral dan materi untuk membangun kembali Tongkonan tersebut sebagai simbol kebangkitan dan penghormatan kepada leluhur.

Pelajaran dari Tragedi Kultural

Kasus perobohan Tongkonan ini menimbulkan refleksi mendalam bagi masyarakat luas tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya. Modernisasi memang tak terelakkan, namun penghormatan terhadap warisan leluhur harus menjadi fondasi moral setiap langkah pembangunan.

Para pakar budaya menilai bahwa kejadian ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat adat untuk memperkuat sistem perlindungan hukum terhadap benda budaya tak ternilai. Keberadaan Tongkonan digital archives atau dokumentasi adat berbasis teknologi juga mulai diwacanakan sebagai solusi.

Tragedi ini seharusnya menjadi pengingat bahwa setiap ukiran kayu dan tiang Tongkonan bukan sekadar benda mati, melainkan penanda perjalanan panjang manusia Toraja dalam menghormati leluhur dan menjaga harmoni hidup. Mengabaikan nilai itu sama halnya dengan menghapus bagian dari jati diri bangsa.

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari kompas.com
  2. Gambar Kedua dari detik.com

Similar Posts