Duka Longsor Gunung Kuda, Dedi Mulyadi: Keselamatan Jangan Diabaikan!
Duka menyelimuti Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, menyusul bencana longsor tambang batu di Gunung Kuda yang telah merenggut 19 nyawa dan masih menyisakan 6 korban tertimbun.
Insiden memilukan ini menjadi tamparan keras bagi dunia pertambangan tanah air, sekaligus memperlihatkan kelalaian manusia yang sering kali mengabaikan keselamatan demi keuntungan. VIEWNEWZ akan membahas kronologi kejadian, penetapan tersangka, hingga langkah evakuasi yang dilakukan.
Tersangka Ditetapkan Tanggung Jawab Diuji
Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam tragedi ini, yakni pemilik tambang dan kepala teknik berinisial AK dan AR. Keduanya diduga lalai dan mengabaikan peringatan petugas yang sebelumnya telah mengingatkan bahaya potensi longsor di kawasan tambang. Tak hanya itu, dokumen perizinan, alat berat seperti ekskavator, serta dumptruck milik koperasi pondok pesantren turut disita sebagai barang bukti.
Penetapan tersangka ini bukan sekadar langkah hukum, tetapi juga menjadi penegasan bahwa pengelola tambang tidak bisa lepas tangan atas risiko yang timbul akibat kelalaian. Dalam dunia pertambangan, kepatuhan terhadap prosedur keselamatan kerja dan mitigasi risiko alam adalah hal mutlak, bukan opsi.
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Dedi Mulyadi Tegas Peringatkan Pengusaha
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan tegas mengecam sikap pengusaha tambang yang mengabaikan aspek keselamatan dan perlindungan lingkungan. Ia menyampaikan apresiasi atas kerja keras tim SAR dan pihak kepolisian, sekaligus menyerukan agar tragedi ini dijadikan pembelajaran kolektif bagi semua pihak.
“Semoga seluruh langkah-langkah ini menjadi pembelajaran penting bagi para pengelola tambang untuk tidak bertindak sembarangan mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan pekerja dan perlindungan alam” tegas Dedi.
Pernyataan ini menggugah kesadaran publik bahwa praktik eksploitasi alam yang tak terkendali, ditambah kelalaian pengawasan, bisa berujung pada bencana besar yang merenggut nyawa dan meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban.
Evakuasi Dihentikan Sementara
Hingga hari ketiga pasca longsor, tim SAR gabungan berhasil menemukan dua jenazah tambahan, yakni Nalo Sanjaya dan Wahyu Galih, yang keduanya merupakan warga Kecamatan Dukupuntang. Penemuan ini menambah jumlah korban meninggal menjadi 19 orang, sementara enam korban lainnya masih dalam pencarian.
Namun, pencarian harus dihentikan sementara karena terjadinya longsor susulan yang berulang kali mengejutkan petugas. Suara gemuruh dari bebatuan yang runtuh menimbulkan kepanikan, memaksa petugas SAR mundur demi keselamatan jiwa mereka.
Komandan Korem 063 Sunan Gunung Jati, Kolonel Inf Hista Soleh Harahap, menjelaskan bahwa penghentian ini bertujuan untuk menghindari jatuhnya korban dari pihak penyelamat. Ia menyebut perlunya penggunaan alat canggih bernama total station untuk mendeteksi potensi pergeseran tanah yang bisa memicu longsor berikutnya.
“Alat ini akan membantu mengetahui titik-titik rawan pergeseran tanah. Ini sangat penting untuk keselamatan petugas yang bekerja di lapangan” ujar Hista.
Baca Juga:
Luka Mendalam Bagi Keluarga Korban
Bagi keluarga korban, tragedi ini meninggalkan luka yang mungkin tidak akan pernah sepenuhnya sembuh. Banyak dari korban merupakan tulang punggung keluarga, pekerja tambang yang sehari-hari mempertaruhkan nyawa demi nafkah. Kini, mereka tinggal nama, tertimbun di antara reruntuhan batu yang dingin.
Situasi ini bukan hanya soal bencana alam, tetapi juga soal kemanusiaan. Ketika nyawa manusia menjadi taruhan dalam aktivitas tambang, maka sudah saatnya seluruh pihak baik pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat melakukan refleksi serius.
Tragedi Gunung Kuda Harus Jadi Titik Balik
Insiden ini tak boleh berlalu begitu saja. Tragedi longsor di Gunung Kuda harus dijadikan titik balik untuk mereformasi sistem pertambangan nasional. Pengawasan perlu diperketat, izin perlu dievaluasi ulang, dan sanksi hukum harus ditegakkan secara konsisten terhadap siapa pun yang lalai.
Pemerintah daerah dan pusat harus memperkuat sistem monitoring kawasan rawan bencana. Setiap aktivitas pertambangan harus diwajibkan untuk menjalani audit keselamatan berkala, dan hasilnya diumumkan secara transparan kepada publik.
Masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengawasan, terutama mereka yang tinggal di sekitar wilayah tambang. Suara warga tak boleh diabaikan, karena merekalah yang pertama kali akan merasakan dampak bencana bila sesuatu yang buruk terjadi.
Kesimpulan
Gunung Kuda telah menjadi saksi bisu atas nyawa-nyawa yang melayang karena kelalaian dan keserakahan. Kini, bukan saatnya saling menyalahkan, melainkan saat untuk bertindak konkret agar tragedi serupa tak terulang.
Bencana ini adalah peringatan keras bahwa keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi utama dalam menjalankan bisnis pertambangan. Jika pengusaha tetap abai, dan aparat lemah dalam pengawasan, maka bukan tidak mungkin, nyawa berikutnya akan kembali menjadi korban.
Simak dan ikuti terus VIEWNEWZ agar Anda tidak ketinggalan berita informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.beritatekno.id
- Gambar Kedua dari www.kritikel.id