Hakim Kabulkan Restitusi Korban Tragedi Kanjuruhan Rp1,02 Miliar, Bukan Rp17 M
Perdebatan mengenai jumlah restitusi yang harus dibayarkan kepada korban Tragedi Kanjuruhan berakhir di Pengadilan Negeri Surabaya.
Di mana majelis hakim memutuskan untuk memberikan restitusi senilai Rp1,02 miliar untuk 71 korban meninggal dan luka. Meskipun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menuntut jumlah yang jauh lebih besar, yakni Rp17,2 miliar, keputusan hakim jauh di bawah harapan tersebut.
Proses Permohonan Restitusi
Majelis hakim yang terdiri dari Nur Kholis, Khadwanto, dan I Ketut Kimiarsa menyampaikan bahwa mereka tidak sependapat dengan LPSK yang memperkirakan nilai restitusi yang wajar bagi korban. “Majelis hakim tidak sependapat dengan pihak termohon LPSK mengenai nilai restitusi Rp17,2 miliar,” kata Ketua Majelis Hakim Nur Kholis.
Balik lagi ke keputusan, hakim menjelaskan bahwa keputusan mereka diambil berdasarkan ketentuan yang berlaku. Yaitu Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 15 tahun 2017 mengenai pemberian santunan kepada korban kecelakaan. Dalam peraturan ini, korban yang meninggal dunia berhak menerima santunan Rp50 juta, sementara untuk korban luka-luka diberikan santunan antara Rp20 juta hingga Rp25 juta.
Dasar Pertimbangan Hakim
Hakim berusaha memberikan keputusan yang adil dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Menurut putusan kasasi di Mahkamah Agung. Kelima terpidana yang menjadi terkatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain menjadi pertimbangan utama. “Hal ini berdasarkan pada putusan kasasi di mana perbuatan termohon 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah karena unsur kelalaian mereka yang menyebabkan orang lain meninggal dunia,” jelas Nur Kholis.
Selain itu, hakim juga mencatat bahwa pihak Arema FC sudah memberikan santunan kepada keluarga korban. “Menimbang, keterangan ahli menyebutkan santunan tersebut sama dengan ganti rugi,” tambahnya. Ini menunjukkan bahwa ada tumpuan finansial yang sudah diperoleh oleh para korban dari pihak lainnya.
Menghitung Jumlah Restitusi
Dalam keputusan yang diambil oleh majelis hakim, mereka menjelaskan bahwa total restitusi ditentukan berdasarkan kategori korban. Untuk 63 korban yang meninggal, masing-masing akan mendapatkan Rp15 juta. Sedangkan 8 korban yang mengalami luka akan mendapat Rp10 juta per orang. Jadi, total keseluruhan yang ditentukan menjadi Rp1,02 miliar.
“Sehingga majelis hakim berdasarkan pertimbangan tersebut menetapkan restitusi untuk 63 orang meninggal dunia masing-masing Rp15 juta dan 8 orang luka-luka masing-masing Rp10 juta. Dengan total sebesar Rp1,02 miliar,” ungkap Ketua Majelis Hakim Nur Kholis.
Keputusan ini tentunya mengecewakan banyak pihak, terutama bagi keluarga korban yang berharap mendapatkan jumlah yang lebih besar. Meskipun hakim mempertimbangkan berbagai faktor dalam penetapan angka tersebut. Banyak yang merasa bahwa angka itu tidak mencukupi untuk menutup kerugian mereka.
Para korban dan LPSK berpendapat bahwa restitusi yang lebih tinggi seharusnya diberikan agar bisa mencerminkan dampak nyata dari tragedi ini. Dengan begitu, mereka tetap berharap keputusan ini bisa berubah di tingkat banding nanti.
Keputusan yang Menciptakan Proses Banding
Keputusan majelis hakim mengenai jumlah restitusi untuk korban Tragedi Kanjuruhan memicu reaksi dari berbagai pihak. Baik Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang mengadvokasi para korban. Maupun penasihat hukum dari para terpidana, semuanya sepakat untuk melakukan banding. “Semuanya banding, ya,” ucap Ketua Majelis Hakim Nur Kholis di akhir sidang. Pernyataan ini menunjukkan bahwa diskusi tentang keadilan dan jumlah restitusi yang tepat masih jauh dari selesai.
Proses banding ini tentu saja akan membawa perdebatan ini ke tingkat pengadilan selanjutnya. Banyak yang berharap agar banding tersebut dapat memberikan hasil yang lebih adil bagi para korban dan keluarga mereka. Mengingat mereka mengalami kehilangan yang besar. Kini, bola ada di tangan pengadilan yang lebih tinggi untuk menentukan nasib kelanjutan restitusi yang seharusnya mereka terima.
Baca Juga: Tak Hanya Direktur Narkoba, Seorang Kanit Juga Dipecat Terkait Kasus DWP!
Respon Pihak LPSK dan Para Termohon
Pihak LPSK, yang berjuang untuk mendapatkan restitusi yang lebih besar untuk para korban, merasa keputusan tersebut sangat mengecewakan. Mereka berargumen bahwa jumlah yang di tetapkan tidak mencerminkan kerugian dan dampak yang di rasakan oleh para korban dan keluarga mereka. Para penasihat hukum juga mempertanyakan keputusan tanpa mempertimbangkan lebih banyak data atau keterangan yang mendukung tuntutan mereka.
Sementara itu, pihak para terpidana juga memiliki pendapatnya. Mereka berpendapat bahwa mereka tidak seharusnya di bebankan dengan tanggung jawab total untuk restitusi yang tuntutannya sangat tinggi dan akan berdampak pada status ekonomi mereka. Dalam pandangan mereka, keputusan hakim mencerminkan pertimbangan hukum yang objektif.
Peran Pemerintah dan Arema FC
Dalam konteks ini, penting untuk di catat juga bahwa pemerintah pusat dan daerah telah memberikan santunan kepada korban dan keluarga mereka setelah tragedi tersebut. Penyediaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) juga menjadi salah satu bentuk dukungan pemerintah yang diharapkan mampu membantu korban yang selamat dan keluarga mereka. Hal ini dipandang penting di dalam keputusan hakim sebagai penguatan bagi argumen bahwa restitusi harus proporsional.
“Hakim juga menyebut pihak Arema FC serta pemerintah pusat dan daerah sudah memberikan santunan, sehingga tidak perlu ada beban tambahan dalam bentuk restitusi yang tinggi,” ucap seorang ahli yang di hadirkan selama proses persidangan.
Tantangan dan Harapan untuk Korban
Bagi para korban Tragedi Kanjuruhan, keputusan hakim yang hanya memberikan restitusi sebesar Rp1,02 miliar tentu menjadi tantangan besar. Mereka merasa bahwa jumlah tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang mereka alami, baik secara fisik maupun emosional. Dalam situasi seperti ini, penting bagi mereka untuk merasa di dengar dan di akui.
Meskipun ada santunan dari Arema FC dan pemerintah, perasaan kehilangan dan dampak jangka panjang dari tragedi ini masih membekas. Proses hukum yang panjang dan rumit ini sangat menguras energi dan emosi mereka. Namun, meski tantangan yang harus di hadapi cukup berat, harapan tetap ada. Dengan adanya keputusan untuk banding yang di ajukan oleh LPSK dan tim pengacara. Mereka berharap dapat memperoleh keadilan yang lebih layak.
Ini bukan hanya tentang uang. Tetapi juga tentang mendapatkan pengakuan atas penderitaan yang mereka alami dan memastikan bahwa pihak yang bertanggung jawab tidak luput dari tuntutan. Harapan ini menjadi motivasi bagi para korban dan keluarga untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik dan mendapatkan hak mereka sebagai korban.
Kesimpulan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah membuat keputusan signifikan terkait restitusi bagi korban Tragedi Kanjuruhan. Menetapkan jumlah yang jauh lebih rendah dari jumlah yang di terima oleh LPSK. Dengan perdebatan yang terus berlanjut mengenai keterbukaan dan keadilan hukum. Satu hal yang pasti adalah perjalanan menuju keadilan bagi para korban dan keluarga mereka masih sangat panjang.
Apakah banding yang di ajukan akan membuahkan hasil yang lebih sesuai atau justru sebaliknya. Kita semua masih menantikan keputusan yang akan datang di pengadilan berikutnya. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.