AS Kerahkan 125 Pesawat Jatuhkan 30.000 PON BOM di IRAN
Serangan AS ke Iran dengan mengerahkan 125 pesawat dan menjatuhkan 30.000 pon bom bukan hanya tindakan militer biasa, tapi sinyal keras bahwa tensi global sedang berada di titik genting.
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa AS mengambil tindakan sebesar ini? Dan bagaimana respons dari Iran maupun negara-negara lain? Mari kita bedah lebih dalam aksi militer yang tak hanya menimbulkan guncangan fisik, tetapi juga tekanan diplomatik global yang luar biasa.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran VIEWNEWZ.
Operasi Militer Kilat
Serangan yang diluncurkan pada dini hari waktu setempat ini disebut sebagai salah satu serangan udara paling intensif dalam sejarah konflik modern antara AS dan Iran. Sebanyak 125 unit pesawat tempur, termasuk F-15, F-16, dan B-52 Stratofortress, dikerahkan dari berbagai pangkalan militer di kawasan Teluk, Laut Tengah, dan kapal induk AS di kawasan.
Dengan target utama berupa fasilitas militer, gudang senjata, pusat komunikasi, serta beberapa instalasi pertahanan strategis Iran. Bom seberat total 30.000 pon dijatuhkan secara terkoordinasi dalam waktu hanya beberapa jam.
Serangan ini dipastikan menggunakan sistem navigasi dan teknologi penargetan paling mutakhir. Dengan tujuan menonaktifkan kemampuan pertahanan udara Iran secara cepat dan efektif. Dalam pernyataan resmi, pihak militer AS menyebut operasi ini sebagai “tindakan pencegahan untuk mengurangi ancaman langsung terhadap personel dan kepentingan Amerika di kawasan.”
Ayo Kawal Timnas Menuju Piala Dunia - Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS! Segera download! APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Pemicu Serangan AS
Publik dunia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi pemicu utama operasi besar ini? Beberapa sumber intelijen mengungkap bahwa serangan ini bukan tindakan sepihak tanpa sebab, melainkan respons terhadap serangan drone dan rudal balistik yang diduga diluncurkan oleh milisi pro-Iran terhadap pangkalan militer AS di Irak dan Suriah.
Serangan tersebut mengakibatkan korban luka pada beberapa tentara AS dan kerusakan serius pada instalasi militer. Pemerintah AS sebelumnya telah mengeluarkan peringatan kepada Iran bahwa serangan terhadap kepentingan Amerika di kawasan akan dibalas “dengan kekuatan penuh”.
Namun, sebagian analis menilai bahwa langkah ini juga mengandung unsur perhitungan politik. Pemerintah AS, yang tengah menghadapi tekanan domestik jelang pemilu, bisa saja menggunakan kebijakan luar negeri untuk menunjukkan ketegasan dan otoritas global.
Baca Juga: Jenderal Tertinggi AS Akui Bom GBU-57 Tak Digunakan di Isfahan, Ini Alasannya!
Ketegangan Bisa Meledak Kapan Saja
Respon dari komunitas internasional pun beragam. Sekjen PBB menyerukan agar kedua belah pihak segera menahan diri dan kembali ke meja diplomasi. Uni Eropa, melalui juru bicara resminya, menyebut situasi ini “sangat berbahaya dan berpotensi mengguncang stabilitas global.”
Beberapa negara, seperti Rusia dan China, langsung mengecam keras aksi militer AS dan menyebutnya sebagai bentuk dominasi yang tidak sah atas negara berdaulat. Sementara itu, sekutu-sekutu AS seperti Inggris dan Australia memilih untuk menyatakan dukungan “terbatas” sambil mendorong jalur diplomasi.
Pasar keuangan global pun ikut terguncang. Harga minyak melonjak tajam lebih dari 7% hanya dalam beberapa jam setelah berita serangan ini tersebar, seiring kekhawatiran bahwa konflik akan mengganggu jalur suplai minyak utama dunia yang melalui Selat Hormuz.
Iran Bereaksi Keras
Tak butuh waktu lama bagi Iran untuk mengeluarkan pernyataan keras. Kementerian Luar Negeri Iran menyebut serangan udara AS sebagai “tindakan agresi terang-terangan yang melanggar hukum internasional dan Piagam PBB.”
Presiden Iran, dalam pidato darurat yang disiarkan televisi nasional. Mengutuk keras serangan tersebut dan menyatakan bahwa “bangsa Iran tidak akan tinggal diam menghadapi kekerasan yang tidak berdasar.” Ia juga memperingatkan bahwa Iran “berhak penuh melakukan pembalasan dalam skala yang setara atau lebih besar.”
Dalam waktu singkat, pasukan Garda Revolusi Iran dilaporkan telah disiagakan di berbagai titik perbatasan dan fasilitas militer penting. Unit rudal balistik dan sistem pertahanan udara ditempatkan dalam posisi siap tempur. Iran bahkan mengklaim telah menembak jatuh dua drone pengintai AS yang melanggar wilayah udaranya.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Pertanyaan terbesar saat ini adalah ke mana arah konflik ini akan bergerak? Apakah ini awal dari perang besar? Atau hanya satu episode dalam siklus panjang provokasi dan balasan antara dua negara yang sudah lama bersitegang?
Para pengamat politik internasional sepakat bahwa meski AS dan Iran tidak menginginkan perang skala penuh, kedua pihak berada dalam posisi sulit untuk mundur tanpa kehilangan muka. Iran tentu akan merasa ditekan untuk merespons, sementara AS juga harus menjaga kredibilitasnya sebagai kekuatan global.
Jika tidak ada langkah diplomatik yang cepat dan konkret, dikhawatirkan eskalasi militer lanjutan hanya tinggal menunggu waktu. Kawasan Timur Tengah yang sudah rapuh bisa meledak menjadi konflik regional yang jauh lebih besar, melibatkan banyak negara dan berisiko menyeret dunia ke dalam krisis global baru.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi viral terupdate lainnya hanya di VIEWNEWZ.
- Gambar Pertama dari www.cnbcindonesia.com
- Gambar Kedua dari www.kompas.com